Moeldoko Sebut Persyaratan Bebas Bersyarat untuk Abu Bakar Ba'asyir Tidak Boleh Dinegosiasi

  • 5 tahun yang lalu
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUN-VIDEO.COM - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan Presiden Jokowi‎ sangat memahami keinginan dari keluarga Ustaz Abu Bakar Ba'asyir sejak 2017 lalu yang berharap pengelola Ponpes Ngruki itu bisa dibebaskan dengan pertimbangan faktor kesehatan.

‎"Presiden sangat memahami atas keinginan keluarga ini. Tapi pembebasan atas keinginan keluarga itu ada persyaratan yang harus dipenuhi dan memperhitungkan faktor yang lain," ungkap Moeldoko yang juga Alumnus Akabri 1981 ini.

‎"Ada faktor hukum, berikutnya kesetiaan pada Pancasila dan UUD 1945, NKRI dan beberapa yang lain. Atas dasar itu presiden menginginkan para menteri yang berkaitan untuk memberikan pendalaman," kata Moeldoko lagi.

Moeldoko melanjutkan selain mengutamakan sisi kemanusiaan, menurutnya Presiden Jokowi juga memperhatikan prinsip-prinsip ‎bernegara yang tidak bisa dikurangi.

"Jadi presiden menekankan bahwa persyaratan itu harus dipenuhi. Bagaimana pendekatan hukumnya, bagaimana kesetiaan pada Pancasila dan UUD 1945, pada NKRI.‎ Persyaratan ini tidak bisa dinegosiasi," tambahnya.

‎‎Sebelumnya, penasihat hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra sempat menemui Ba'asyir di Lapas ‎Gunung Sindur. Ketika itu menurut Yusril, Ba'asyir menolak menandatangani dokumen pembebasan bersyarat dimana dalam dokumen mencangkup taat pada Pancasila.

Terpisah, kuasa hukum Ba'asyir mengklarifikasi kliennya yang tidak ingin menandatangani sejumlah dokumen pembebasan bersyarat.

"Mengenai ustadz tidak mau menandatangani kesetiaan terhadap Pancasila, itu perlu saya jelaskan, yang ustadz tidak mau tanda tangan itu 1 ikatan dokumen macam-macam," kata kuasa hukum Ba'asyir, Muhammad Mahendradatta di kantor Law Office of Mahendradatta, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).

M‎ahendradatta menjelaskan salah satu dokumen itu adalah janji tidak melakukan tindak pidana yang pernah dilakukan. Oleh pengadilan negeri Jakarta Selatan pada 2011, Ba'asyir terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.

Mahendradatta mengungkapkan bahwa Ba'asyir tidak merasa melakukan tindak pidana tersebut. Hal itulah yang menjadi dasar Ba'asyir tidak ingin menandatangani dokumen tersebut. Dengan membubuhkan tanda tangannya, mengartikan bahwa Ba'asyir mengakui kesalahannya.

Dianjurkan