Perempuan dan Fenomena Terorisme - NGOPI (2)
  • 3 tahun yang lalu
JAKARTA, KOMPASTV - Menelisik akar radikalisme dakwah di era informasi ini kebanyakan para founding fathers dakwah Islamiyah rata-rata mengalami proses kekagetan mental (culture lag) dalam menyiapkan materi dakwah. Dari semua itu hal yang paling mendasar dalam persoalan kehidupan masyarakat adalah munculnya gejala sosial yang negatif, yaitu berupa dislokasi, disorientasi, deprivasi, dan ketercerabutan akar budaya.

Penyebabnya adalah masyarakat secara umum belum mampu mensinkronkan antara nilai yang muncul akibat gejala modernisasi dan rendahnya pemaknaan pemahaman nilai keagamaan baik obyek formal maupun obyek material dalam keilmuan dakwah.

Ironinya pesan dakwah yang disampaikan melalui media sosial banyak dimanfaatkan oleh kelompok islam garis keras dalam
melaksanakan misi dakwahnya. Perlu disadari bersama bahwa konsep dakwah ke-indonesiaan adalah dakwah yang mengandung pesan damai dan menghargai.

Fenomenanya pada kebanyakan masyarakat modern menggunakan media sosial semacam facebook, twiter, BBM, WA,
Instagram secara bebas yang menyebabkan gaya hidup instan, bahkan dalam mempraktikkan ajaran agamapun secara instan.

Akibat hal tersebut akan menyebabkan gangguan kesehatan mental (mental disorder) yang semakin meresahkan karena bukan hanya kaum laki-laki saja yang menjadi sasaran penyebaran radikalisme terorisme, tetapi begitu pula dengan kaum perempuan. Hingga saat ini persentase jumlah perempuan yang bergabung dengan kelompok radikalisme cukup
besar. Berdasarkan penelitian BNPT 2020 lalu, pihak perempuan lebih rentan dipengaruhi oleh paham radikalisme terorisme dibanding pihak laki-laki.

Perempuan sangat rentan dipengaruhi oleh adanya doktrin yang berasal dari luar dirinya. Perempuan yang berada dalam ruang lingkup yang kecil juga terkadang tidak mendapat informasi yang luas terkait radikalisme sehingga mereka gampang dipengaruhi.

Dianjurkan