Menteri Sosial Plot Twist Jargon Antikorupsi
  • 3 tahun yang lalu
Jargon antikorupsi yang pernah disebutkan oleh Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi cerita plot twist dalam hidupnya. Doi dikenal dengan salah satu kabinet menteri Jokowi yang vocal terhadap antikorupsi. Setahun lalu Juliari sempat menyatakan pendapatnya mengenai pencegahan korupsi gak perlu memakai riset ilmiah dan sistem yang menurutnya rumit.
"Itu kan (korupsi) menurut saya karena sifat keserakahan. Gak merasa cukup gitu, loh. Punya mobil 2, pengen 3. Punya rumah 1 pengen 2. Kalo mentalnya seperti itu mau sampai kapan, dibikin sistem ketat akan korupsi terus," ujarnya kepada Tempo tanggal 10 Desember 2020.
Ia juga sempat menyatakan pendapat di momen Hari Antikorupsi Sedunia saat adakan pertemuan di kantornya, Kementerian Sosial, Salemba Raya, Jakarta Pusat. "Saya pendekatannya gak terlalu yang sistem, ilmiah. Itu pusinglah. Ingetin aja kamu jangan lupa. Kalau kamu ketangkap korupsi, kasian anak istrimu, kasian anak suamimu. Mereka pasti keluar malu," tegasnya.
Gak lupa Juliari merekomendasikan sebuah sistem untuk ke Aparatur Sipil Negara terhindar dari sifat korup. Setiap ASN perlu diapresiasi dengan memberikan insenstif bagi mereka yang kinerjanya baik.
Terakhir sebelum tertangkap korupsi proyek bansos Covid 19, ia sempat berkonsultasi ke KPK untuk mencegah korupsi di proyek pengadaan bantuan sosial. Ia menyatakan proyek bantuan sosial rawan korupsi dan bekerja sama dengan KPK mencegah penyimpangan dana bantuan lewat Surat Edaran Nomor 8 tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 terkait Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, semua itu cuma jargon belaka. Pada tanggal 5 Desember 2020 Juliari menyerahkan diri terkait kasus bantuan sosial Covid-19. Setelah 4 tersangka lain tertangkap tangan memainkan proyek bansos.
Dari proyek bantuan sosial tersebut mereka berhasil menguntungkan diri Rp 17 miliar. Modusnya paket bantuan sosial senilai Rp 300 ribu berisi sembako dipotong Rp 10 ribu untuk masuk ke kantong tersangka sebagai pejabat pelaksana kerja.