Pelecehan Seksual Masih Nyata Terjadi di Dunia Pendidikan, Pidana Bukan Solusi Terbaik?

  • 4 tahun yang lalu
KOMPAS.TV - Perlindungan terhadap anak kembali diuji di Bolaang Mondondow, Sulawesi Utara.

Kasus pelecehan justru terjadi di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melibatkan seorang siswi sebagai korban dan 5 temannya.

Dalam video yang terjadi 26 Februari 2020 lalu, para pelaku yang terdiri dari 3 siswa dan 2 siswi, melecehkan rekannya seorang siswi lain di dalam kelas sebelum guru masuk ruangan.

Kelima pelaku pelecehan telah diperiksa polisi, di bawah pendampingan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak setempat. Bahkan sejak hari Rabu (11/03/2020), kelimanya telah ditetapkan Polres Bolaang Mongondow sebagai tersangka.

Mereka dijerat dengan pasal 82 ayat 1 UU Nomor 35 tahun 2014, tentang Perlindungan Anak yang ancaman hukumannya minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun.

Namun demikian, para pelaku tidak ditahan dan hanya dikenakan wajib lapor, karena mereka masih berstatus pelajar dan ada jaminan dari orang tua.

Kasus pelecehan seksual seorang siswi di sebuah SMK di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, mengingatkan kita bahwam pelecehaan terhadap anak baik melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku, masih nyata terjadi di dunia pendidikan.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Susanto menyebutkan rehabilitasi harus menjadi fokus utama, karena pidana bukan solusi tebaik apalagi jika pelaku masih dibawah umur, maka pembinaan dan pendekatan dengan model bimbingan menjadi pilihan yang lebih baik.

Ketua Asosiasi Psikologi Forensik, Apsifor, Reni Kusumowardhani menyebutkan selain pola pengasuhan keluarga, lingkungan sekolah sangat penting untuk mengembangkan rasa empati dan kepedulian. Untuk itu penting jika peran keluarga dan sekolah memberikan pembinaan pada anak-anak termasuk pelaku yang masih dibawah umur ini.

Kabid Humas Polda Sulawesi Utara, Komisaris Besar Polisi Jules Abbast menyebutkan pengawasan terhadap sekolah akan ditingkatkan.



Dianjurkan