Kebijakan Baru Diprediksi Tak Hapus Penyimpangan Dana BOS

  • 2 years ago
TEMPO.CO - Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (KJPPI), Ubaid Martaji, ragu kebijakan baru penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) akan mampu mengurangi penyelewengan program tersebut. Ia menganggap penyelewengan dana BOS selama ini merupakan masalah klasik yang terjadi sejak program itu diluncurkan pada 15 tahun lalu.

Ubaid memperkirakan praktik penyimpangan dana BOS akan tetap terjadi walau pemerintah mengubah sistem distribusi dana. Alasannya, pemerintah daerah masih berwenang memverifikasi data sekolah sebelum Kementerian Pendidikan menetapkannya sebagai penerima dana BOS. Maka, di situlah peluang pejabat di daerah menekan sekolah penerima BOS.

"Semestinya pemerintah pusat mengatur kewajiban keterlibatan masyarakat, guru, dan wali murid sejak sekolah merancang rencana tahunan. Selama ini BOS hanya urusan kepala sekolah, bendahara, dan tata usaha," kata dia kemarin.

Sesuai dengan data KJPPI, ada beragam modus penyimpangan dana BOS, seperti memanipulasi laporan, menerima imbalan, menggelapkan dan menyelewengkan anggaran, serta tak mencairkan tunjangan guru. Ubaid mengatakan pemberian imbalan merupakan hal yang paling sering dilaporkan, bahkan kadang-kadang terjadi secara berjemaah lewat koordinasi pejabat di daerah.

Ia mencontohkan di Nusa Tenggara Barat, kepala sekolah urunan memberikan uang kepada pejabat di dinas pendidikan. Uang itu dianggap sebagai ucapan terima kasih karena mereka sudah mencairkan dana bos dari rekening kas daerah ke sekolah.

Modus serupa terjadi di Langkat, Sumatera Utara, tahun lalu. Ada 13 kepala sekolah di sana yang dijadikan tersangka di kepolisian karena memberikan sejumlah uang kepada dua pengurus Kelompok Kerja Kepala Sekolah Kecamatan Gebang. Pengurus yang sudah ditetapkan menjadi tersangka itu diduga memfasilitasi pencairan BOS tahap pertama pada 13 sekolah tersebut.

Mulai tahun ini, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan baru distribusi dana BOS. Anggaran BOS langsung disalurkan dari rekening Kementerian Keuangan ke rekening sekolah. Berbeda dengan mekanisme terdahulu, yaitu dana bos disalurkan lewat rekening kas daerah, lalu ke sekolah.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 8 Tahun 2020. Aturan ini juga mengatur kewajiban sekolah melaporkan penggunaan dana BOS dengan cara mengunggahnya di laman situs web http://bos.kemdikbud.go.id/. Sekolah juga wajib mempublikasikan laporannya secara tertulis di papan pengumuman atau media lain yang dapat diakses oleh masyarakat setempat.

Selain pemberian imbalan, penyimpangan lain dana BOS adalah pemalsuan data siswa. Hasil pemeriksaan lapangan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) mengungkap pejabat dinas pendidikan salah satu kabupaten di Papua melaporkan tujuh sekolah, yaitu 4 SD, 1 SMP, 1 SMK, dan 1 SMA, dengan total 861 siswa. Tapi informasi itu justru berbeda dengan data Badan Pusat Statistik dalam laporan Potensi Desa 2018.
Menurut data BPS, jumlah siswa di kabupaten itu hanya 354 murid dari dua SD. "Di atas kertas ada semua. Ketika dicek di laporan BPS dalam Potensi Desa, itu hilang angkanya," kata peneliti IPAC, Deka Febriwan Anwar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui memang ada penyimpangan penyaluran dana BOS di daerah. Ia pun mengatakan kebijakan baru ini belum tentu mampu menghapus berbagai masalah dalam distribusi dana BOS. Sesuai dengan aduan yang diterima lembaganya, ada beberapa sekolah justru masih diwajibkan menyetorkan sejumlah uang ke pejabat tertentu setelah dana BOS cair. Kepala sekolah yang tak patuh diancam akan dicopot dari jabatannya.‚ÄØ"Kepala sekolah yang dipanggil, ‘lu mau jadi kepala sekolah, setor gue’," kata Sri Mulyani.

Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel

Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel