Kabinet Kerja

  • 5 tahun yang lalu
INDONESIA dewasa ini menghadapi aneka persoalan yang tidak bisa dikatakan ringan. Pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat, kesenjangan ekonomi yang makin melebar, subsidi bahan bakar minyak yang terus membengkak, kualitas lingkungan hidup yang terus menurun, serta kualitas sumber daya manusia yang masih tertinggal hanyalah segelintir dari segunung persoalan yang kelak harus diselesaikan pemerintahan presiden Joko Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla.

Untuk menyelesaikan berbagai problem tersebut, Jokowi dan JK memerlukan para menteri atau kabinet yang cakap. Kecakapan atau kepiawaian kabinet dalam menyelesaikan persoalan bisa tercapai bila kabinet tersebut berbentuk kabinet kerja atau kabinet ahli yang ramping.

Kabinet kerja atau kabinet ahli mensyaratkan para menteri ialah para pekerja keras. Mereka bisa bekerja dengan baik bila mereka ahli dan profesional di bidang masing-masing. Bila diangkat sebagai menteri kelak, mereka harus segera bekerja karena persoalan-persoalan tadi harus segera diselesaikan.

Tidak ada tempat bagi mereka yang baru belajar atau menyesuaikan diri terlebih dahulu. Ibarat mengendarai kendaraan bermotor, begitu dilantik, mereka mesti langsung tancap gas.

Kabinet ramping ialah kabinet yanag disusun bukan dengan tujuan bagi-bagi jatah jabatan menteri untuk orang-orang partai politik dalam koalisi. Kabinet bagi-bagi jatah kursi menteri hanya menghadirkan kabinet tambun. Kementerian-kementerian atau jabatan-jabatan baru diciptakan untuk mengakomodasi orang-orang parpol yang belum tentu ahli dan pekerja keras.

Walhasil, lantaran menderita obesitas, kabinet sulit tancap gas menyelesaikan berbagai program kerja. Menteri justru menjadi beban presiden dan wapres. Padahal, menteri semestinya meringankan atau mengambil alih sebagian tugas presiden dan wapres.

Beban presiden dan wapres bertambah manakala ada menteri yang tersangkut kasus korupsi. Berkaca pada pengalaman kabinet bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono, dua menteri yang tersangkut kasus korupsi, yakni Andi Alifian Mallarangeng dan Suryadharma Ali, berasal dari parpol. Menteri parpol memang sering kali menanggung banyak kepentingan.

Perkara korupsi yang menjerat kedua menteri asal parpol itu semestinya menjadi warning bagi Jokowi-JK untuk tidak semata-mata menjadikan koalisi sebagai penentu arsitektur kabinet. Kita mengapresiasi Jokowi yang sejak awal menyatakan koalisi yang ia bangun tanpa syarat. Dengan begitu, Jokowi-JK bisa lebih cermat memilih para pembantu mereka di kabinet kelak, baik dari kalangan parpol maupun kalangan profesional.

Belakangan tersiar berita, sejumlah parpol pendukung Prabowo-Hatta berancang-ancang merapat ke Jokowi-JK. Kita berharap koalisi dengan partai-partai tersebut berlangsung di parlemen, bukan di kabinet. Bila partai-partai tersebut berkoalisi dengan tujuan mengisi posisi di kabinet, kita khawatir cita-cita Jokowi membentuk kabinet ramping tidak tercapai.

Akhirulkalam, di tengah menggunungnya persoalan bangsa yang harus segera dituntaskan, kabinet kerja, kabinet ahli, atau kabinet profesional, yakni kabinet yang sebagian besar menterinya ialah orang-orang yang punya latar belakang pendidikan, pengalaman, dan keahlian di bidangnya, menjadi suatu keniscayaan.